Menyikat gigi sehari 2 kali adalah kegiatan rutin yang dilakukan sebagian besar orang untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Untuk menyikat gigi diperlukan pasta gigi. Banyak pasta gigi yang beredar di pasaran, salah satunya adalah pasta gigi enzim. Perbedaan yang mencolok antara pasta gigi enzim dan pasta gigi lainnya adalah pasta gigi enzim tidak menghasilkan busa melimpah karena sama sekali tidak mengandung Sodium Lauryl Sulfat (SLS) seperti pasta gigi lainnya. Sodium Lauryl Sulfat adalah bahan pembentuk busa (deterjen) yang terdapat di dalam pasta gigi. Mengapa pasta gigi enzim memilih tidak menggunakan SLS dalam komposisinya, akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
a. Pasta Gigi
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan untuk membantu sikat gigi dalam membersihkan permukaan gigi (Mc.Donal, 1998). Kegunaan pasta gigi menurut Manson (1975) adalah membantu dalam membersihkan plak dan memberi kenyamanan dalam menyikat gigi. Pasta gigi pada dasarnya tersusun oleh bahan abrasif, deterjen, bahan pemanis, bahan penyegar, bahan pengisi dan bahan tambahan (Volpe, 1977). Menurut Combe (1992) pasta gigi mengandung unsur pokok yaitu bahan abrasif, deterjen, humektan, pengikat, pemanis, dan bahan tambahan lain. Bahan tambahan lain adalah bahan yang bersifat bakteriostatik, bakterisid ataupu enzim inhibitor yang bertujuan untuk menetralkan asam. Bahan abrasif berfungsi menghilangkan plak dan staining pada gigi, bahan pemanis dan pewarna merupakan bahan tambahan yang menyajikan pasta lebih menarik dan rasanya lebih diterima sehingga waktu penyikatan akan lebih lama (Dean dan hughes, 1994).
b. Sodium Lauryl Sulfat (detergen)
Deterjen yang ada di dalam pasta gigi atau dengan nama lain sodium lauryl sulfat terdapat dalam pasta gigi yang bekerja secara kimiawi yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan plak, menembus dan menghilangkan kotoran karena akan mengemulsikan debris, kemudian akan melepaskannya dari permukaan gigi sehingga bakteri plak akan terlepas. Menurut peneliti terdahulu disimpulkan bahwa kandungan sodium lauryl sulfat dalam pasta gigi yang dapat ditoleransi oleh air ludah adalah 0.0001 %. Pasta gigi yang beredar di pasaran mengandung 1% sampai sekitar 2%. Penelitian dengan media pembenihan padat ternyata menunjukkan bahwa bahan deterjen dalam pasta gigi menghambat sistem laktoperoksidase. Handajani, dkk dalam penelitiannya mengatakan bahwa rongga mulut merupakan pintu gerbang tubuh terhadap berbagai mikroorganisme. Sistem pertahanan alamiah dalam rongga mulut disebut sistem laktoperoksidase (LP-sistem) yang terdapat di dalam air ludah. Kerusakan LP sistem merupakan penyebab berbagai penyakit rongga mulut, tetapi air ludah (saliva) kurang mendapat perhatian karena jarang menimbulkan efek yang merugikan (Handajani,dkk, 2005). Laktoperoksidase adalah suatu sistem di dalam air ludah yang bersifat bakteriostatik. Sistem ini sangat berperan di dalam rongga mulut dengan komponen penting yaitu enzim laktoperoksidase, garam tiosianat dan hidrogen peroksida. Selain menghambat proses laktoperoksidase, deterjen juga bersifat abrasif dan menyebabkan kekeringan rongga mulut (Wiseman, 1970). Hasil penelitian menunjukkan adanya kenaikan angka gingivitis pada pemakaian pasta gigi dengan deterjen atau sodium lauryl sulfat. Senyawa tersebut selain menyebabkan mulut kesat dan kering, juga memperparah gingivitis yang telah ada. Sodium lauryl sulfat atau detergen juga mempunyai sifat abrasif yang menyebabkan trauma pada sel epitel rongga mulut (Herlofson, 1996). Penelitian lain oleh Herlofson (1996) menyatakan bahwa sodium lauryl sulfat merupakan pemacu parahnya gingivitis. Barkvoll,P.,dkk (1992) mengatakan bahwa pemakaian pasta gigi yang mengandung SLS (Sodium Lauryl Sulfat) pada pasien yang sensitif terhadap penyakit-penyakit mukosa mulut seperti sariawan, barangkali akan lebih mudah kambuh dan sebaiknya diperingatkan!